0

Efek Belajar Musik Terhadap Penigkatan Kecerdasan Anak

Belajar musik adalah salah satu kegiatan ekstra yang dapat melatih otak anak, dan ini adalah salah satu cara yang dapat membantu meningkatkan IQ Anak. Benarkah demikian? Apa buktinya jika musik dapat mencerdaskan otak Anak?

Banyak Studi yang telah menunjukkan bahwa belajar musik dapat membuat anak-anak menjadi semakin cerdas. Ketika seorang anak belajar memainkan alat musik, maka ia tidak hanya belajar bagaimana memainkan lagu, tapi dia juga meningkatkan kemampuan lain dari otak nya.

Berikut beberapa bukti yang telah ditunjukkan oleh berbagai penelitian yang pernah dilakukan :

  • Sebuah studi yang dilakukan 10 tahun yang melibatkan 25.000 siswa menunjukkan bahwa memainkan musik meningkatkan skor tes dalam tes standar, serta kemampuan membaca ujian kemahiran (Sumber : James Catterall , UCLA , 1997) .
  • Siswa SMA yang belajar musik memiliki skor matematika dan bagian verbal SAT lebih tinggi , jika dibandingkan dengan rekan-rekan mereka( Profil SAT dan Prestasi Takers Test, Dewan College , disusun oleh Music Educators Conference , 2001) .
  • IQ siswa yang menjalankan latihan main piano atau latihan vokal setiap minggu selama sembilan bulan IQnya naik hampir tiga poin lebih banyak, dari rekan-rekan mereka yang tidak berlatih musik (Studi oleh E. Glenn Schellenberg , dari University of Toronto di Mississauga , 2004 . )
  • Siswa yang belajar piano lebih mudah memahami konsep-konsep matematika dan ilmiah.
  • Anak-anak yang menerima pelatihan piano, 34 persen memiliki hasil lebih tinggi pada test mengukur penalaran proporsional – rasio, pecahan, proporsi, dan berpikir dalam ruang dan waktu ( Penelitian Neurologis , 1997) .
  • Pola pengakuan dan nilai representasi mental meningkat secara signifikan pada siswa yang diberi instruksi piano selama 3 tahun ( Dr Eugenia studi Costa – Giomi yang dipresentasikan pada pertemuan “Music Educators National Conference, Phoenix, AZ,” 1998) .
  • Siswa musik menerima penghargaan lebih akademis dan penghargaan dari siswa non – musik . Siswa-siswa musik juga memiliki nilai lebih A dan B dibandingkan dengan mahasiswa non – musik ( studi longitudinal Pendidikan Nasional tahun 1988, Departemen Pendidikan AS ) .
  • Musik bagus diterapkan untuk Anak sekolah jurusan kedokteran, dibandingkan pada jurusan lain termasuk Bahasa Inggris, biologi, kimia dan matematika . ( ” The Comparative Academic Abilites of Students in Education and in Other Areas of a Multi-focus University, Peter H. Wood, ERIC Document No. ED327480; The Case for Music in Schools, Phi Delta Kappan, 1994)
  • Pelatihan musik pada anak sebelum usia 7 tahun dihubungkan dengan materi yang lebih putih di Corpus callosum pada bagian otak, serta kinerja yang lebih baik pada tugas-tugas visual yang sinkronisasi sensorimotor, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari Universitas Concordia dan Rumah Sakit Montreal Neurological Institute di McGill University .
  • Sebuah studi telah menemukan bahwa pelajaran musik untuk anak-anak membuat pikiran mereka lebih tajam, ketika mereka tumbuh dewasa. Menurut studi peneliti Brenda Hanna – Pladdy , seorang ahli saraf di Emory University School of Medicine , “Kegiatan Musik sepanjang hidup dapat berfungsi sebagai latihan kognitif yang menantang, membuat otak Anda sehat dan lebih mampu mengakomodasi terhadap tantangan penuaan. Belajar dan praktek memainkan instrumen alat musik mungkin yang membuat koneksi alternatif di otak, yang dapat mengimbangi penurunan kognitif seiring bertambahnya usia.
  • Penelitian lain dari Northwestern University menyimpulkan bahwa pelajaran musik yang didapat di masa kecil bisa bermanfaat bagi otak anak di kemudian hari, bahkan jika ia tidak belajar menjadi dewasa. Para peneliti telah menemukan respon otak yang lebih cepat pada orang dewasa yang lebih tua yang belajar musik, bahkan ketika mereka sudah tidak belajar musik lagi dalam waktu yang lama. Manfaat ini tampaknya lebih kuat dan lama, pada seseorang yang belajar musik semenjak masih anak-anak.
  • Penelitian lain yang terkait musik juga menunjukkan peningkatan pengembangan bahasa, nilai sekolah yang baik, dan perilaku sosial yang lebih baik.

Mengapa hal ini bisa terjadi ?

  • Paparan musik menawarkan banyak manfaat bagi otak anak. Hal ini dapat mendorong penguasaan bahasa, keterampilan, memori, dan keterampilan motorik. Pengalaman musikal mengintegrasikan keterampilan yang berbeda secara bersamaan, sehingga akan mengembangkan beberapa hubungan saraf diotak.
  • Para peneliti juga berpikir bahwa belajar musik dan piano melibatkan penalaran notasi yang panjang dan proporsional. Ketika seorang anak memainkan musik, maka ia juga akan melatih bagian otaknya untuk berfikir proporsional.
  • Musik diperlukan bagi siswa untuk memahami matematika pada tingkat yang lebih tinggi. Anak-anak yang tidak menguasai bidang matematika, maka mereka tidak akan dapat memahami matematika yang lebih maju dan penting dalam bidang teknologi tinggi.
  • Paparan musik juga meningkatkan penalaran spasial – temporal. Ini adalah kemampuan untuk melihat bagian yang dibongkar, dan kemudian menempatkannya secara bersama-sama. Keterampilan matematika juga tergantung pada jenis penalaran ini.
  • Belajar alat musik melibatkan penafsiran notasi dan simbol musik, dimana otak melihat ini untuk membentuk sebuah melodi. Memainkan musik akan meningkatkan otak, dalam kemampuan memvisualisasikan dan mengubah objek dalam ruang dan waktu.
  • Belajar bermain musik juga berguna untuk mengembangkan disiplin, yang bermanfaat terhadap prestasi akademik.

“Ada begitu banyak aspek yang berbeda dalam belajar bermain musik- seperti menghafal, mengekspresikan emosi, belajar tentang interval musik dan akord. Ini adalah sifat multidimensi yang memiliki efek dapat meningkatkan IQ (Inteligence Quotient) , ” kata penulis E . Glenn Schellenberg , dari University of Toronto di Mississauga

Sumber: http://www.tipscaraterbaik.com/apakah-efek-belajar-musik-bisa-meningkatkan-kecerdasan-anak.html#sthash.9z3AQNc4.dpu

0

Perbedaan Psikolog, Psikiater, Psikoanalis dan Dukun

Profesi-profesi ini bergerak dalam bidang yang sama, mengkaji karakteristik jiwa. Jiwa adalah kajian yang abstrak, sehingga banyak pendekatan yang berbeda untuk menjelaskannya. Gangguan terhadap jiwa, dalam penanganannya tergantung pada pendekatan yang digunakan. Seorang psikolog, menggunakan pendekatan psikologi, seorang psikiater menggunakan pendekatan kedokteran, psianalis menggunakan pendekatan psikoanalisis, dan dukun menggunakan pendekatan perdukunan.

Secara keilmuan yang ilmiah (selain pendekatan perdukunan), pada umumnya orang kerap dibingungkan antara psikolog klinis dengan tiga istilah lain yaitu: psikoterapis, psikoanalisis dan psikiater. Mungkin perdukunan disini (khususnya di Indonesia), juga masih memegang pengaruh terutama di daerah-daerah terpencil.

Istilah-istilah diatas memiliki arti yang berbeda:

– Psikoterapis adalah orang yang melakukan psikoterapi. Istilah ini tidak secara resmi diatur. Pada kenyataannya di Amerika Serikat, siapa saja dapat menyatakan dirinya seorang “terapis” tanpa pernah memperoleh pelatihan samasekali.

– Psikoanalis adalah orang adalah orang yang mempraktekkan suatu bentuk terapi, yaitu psikoanalis. Untuk menjadi seorang psikoalis, seseorang harus mendapatkan pendidikan spesialisasi di institute psikoanalisis dan juga harus menjalani psikoanalisis. Hingga saat ini, perizinan untuk menjadi anggota institute psikoanalis (Amerika Serikat) menuntut gelar M.D atau Ph.D., namun lambat laun tuntutan ini terabaikan. Pekerjasosial klinis dengan gelar master, dan bahkan orang awam yang berminat sekalipun, dapat memperoleh izin.

– Psikiater, adalah dokter medis yang telah tiga tahun bekerja dan telah memperoleh pelatihan psikiatri untuk memperoleh cara mendiagnosis dan menangani gangguanmental di bawah pengawasan dokter yang lebih berpengalaman. Seperti psikolog, sejumlah psiakiater melakukan penelitian mengenai masalah-masalah mental disamping menangani para pasien. Dalam praktek pribadi, para psikiater mungkin menangani semua jenis gangguan emosional. Di rumah sakit mereka menangani gangguan-gangguan yang lebih parah, seperti depresi mayor dan skizofrenia. Meskipun psikiater dan psikolog klinis kerap melakukan pekerjaan yang serupa, karena pelatihan para psikiater dibidang medis, mereka lebih sering berfokus pada factor biologis pada berbagai gangguan mental, dan kerap menangani masalah melalui pengobatan medis. Mereka diizinkan untuk member resep obat sementara hingga kini kebanyakan psikolog klinis belum dapat member resep (hanya dua negara bagian di Amerika Serikat yaitu New Mexico dan Lousiana yang member hak pada psikolog yang telah memperoleh pelatihan khusus untuk memberi resep). Meskipun demikian, para psikiater kerap kurang memperoleh pendidikan dan kurang mengikuti perkembangan teori, metode penelitian, serta temuan terakhir di bidang psikologi.

– Dukun, jelas ini adalah profesi yang tidak berdasar pada penelitian ilmiah. Praktek perdukunan masih banyak digunakan diberbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara miskin termasuk Indonesia (daerah-daerah terpencil). Pendekatan yang digunakan tidak jelas, bahkan terkadang tidak logis. Dalam penelitian psikologi, dukun bisa menyembuhkan pasien yang sakit, karena menggunakan efek-efek flasebo. Terkadang mereka juga menggunakan ramuan-ramuan dan mantra-mantra, dan hanya dukun saja yang mengetahui apa isi ramuan itu dan apa arti dari mantra yang dibacanya. Mantra dan ramuan mereka sangat sacral diketahui oleh orang lain.

Inilah profesi-profesi yang mempelajari tentang jiwa. Jika anda ingin mengetahui dan mempelajari lebih dalam dan berkeinginan menjadi praktisi kejiwaan, silahkan pilih, apakah anda ingin menjadi seorang psikolog, psikiater atau seorang dukun. Jelas landasan keilmuan mereka sangat berbeda.

0

Pokok-Pokok Penting Matematika dan Kaitannya dengan Kegiatan Penelitian Serta Psikologi Terapan

Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Para praktisi dalam bidang psikologi disebut para psikolog. Para psikolog berusaha mempelajari peran fungsi mental dalam perilaku individu maupun kelompok, selain juga mempelajari tentang proses fisiologis dan neurobiologis yang mendasari perilaku.

Dalam penelitian terdapat 2 metode, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode dalam penelitian psikologi sebagai berikut:

1. Metodologi Eksperimental

Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen. Peneliti mempunyai kontrol sepenuhnya terhadap jalannya suatu eksperimen. Yaitu menentukan akan melakukan apa pada sesuatu yang akan ditelitinya, kapan akan melakukan penelitian, seberapa sering melakukan penelitiannya, dan sebagainya. Pada metode eksperimental, maka sifat subjektivitas dari metode introspeksi akan dapat diatasi. Pada metode instrospeksi murni hanya diri peneliti yang menjadi objek. Metode penelitian umumnya dimulai dengan hipotesis yakni prediksi/peramalan, percabangan dari teori, diuraikan dan dirumuskan sehingga bisa diujicobakan.

2. Observasi Ilmiah

Pada pengamatan ilmiah, suatu hal pada situasi-situasi yang ditimbulkan tidak dengan sengaja. Melainkan dengan proses ilmiah dan secara spontan. Observasi alamiah ini dapat diterapkan pula pada tingkah laku yang lain, misalnya saja: tingkah laku orang-orang yang berada di toko serba ada, tingkah laku pengendara kendaraan bermotor dijalan raya, tingkah laku anak yang sedang bermain, perilaku orang dalam bencana alam, dan sebagainya.

3. Sejarah Kehidupan (metode biografi)

Dalam metode ini orang menguraikan tentang keadaaan, sikap-sikap ataupun sifat lain mengenai orang yang bersangkutan. Pada metode ini disamping mempunyai keuntungan juga mempunyai kelemahan, yaitu tidak jarang metode ini bersifat subjektif. Sejarah kehidupan dapat disusun melalui 2 cara yaitu: pembuatan buku harian dan rekonstruksi biografi.

4. Wawancara

Wawancara merupakan tanya jawab si pemeriksa dan orang yang diperiksa. Agar orang diperiksa itu dapat menemukan isi hatinya itu sendiri, pandangan-pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga orang yang mewawancarai dapat menggali semua informasi yang dibutuhkan.Baik angket atau interview keduanya mempunyai persamaan, tetapi berbeda dalam cara penyajiannya.

a. Angket

Angket merupakan wawancara dalam bentuk tertulis. Semua pertanyaan telah di susun secara tertulis pada lembar-lembar pertanyaan itu, dan orang yang diwawancarai tinggal membaca pertanyaan yang diajukan, lalu menjawabnya secara tertulis pula. Jawaban-jawabannya akan dianalisis untuk mengetahui hal-hal yang diselidiki Pemeriksaan Psikologi

Dalam bahasa populernya pemeriksaan psikologi disebut juga dengan psikotes Metode ini menggunakan alat-alat psikodiagnostik tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar sudah terlatih. alat-alat itu dapat dipergunakan unntuk mengukur dan untuk mengetahui taraf kecerdasan seseorang, arah minat seseorang, sikap seseorang, struktur kepribadian seeorang, dan lain-lain dari orang yang diperiksa itu.

b. Metode Analisis Karya

Dilakukan dengan cara menganalisis hasil karya seperti gambar – gambar, buku harian atau karangan yang telah dibuat.

c. Metode Statistik

Umumnya digunakan dengan cara mengumpulkan data atau materi dalam penelitian lalu mengadakan penganalisaan terhadap hasil yang telah didapat

Sugiono dalam bukunya “Statistika untuk Penelitain” (2013: 20) menggambarkan peranan statistik dalam penelitian sbb:

1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang diambil dari suatu populasi. Dengan demikian jumlah sampel yang diperlukan lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrument. Sebelum instrument digunakan untuk penelitian, maka harus diuji validitas dan relabilitasnya terlebih dahulu.

3. Teknik-teknik untuk menyajikan data, sehingga data lebih komunikatif. Teknik-teknik penyajian data seperti ini antara lain: table, grafik, diagram lingkaran dan pictogram.

4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan. Dalam hal ini statistik yang digunakan antara lain: korelasi, regresi, test-test, anova dll

Statistik memegang peranan yang penting dalam penelitian terutama metode penelitian kuantitatif, statistik berperan baik dalam penyusunan model, perumusan hipotesa, dalam pengembangan alat dan instrumen pengumpulan data, dalam penyusunan desain penelitian, dalam penentuan sampel dan dalam analisa data.

Matematika juga penting dalam tes-tes psikologi. Tes-tes psikologi yang menggunakan matematika diantaranya :

· Tes intelegensi

· Tes IQ

· Tes bakat atau bakat skolastik

· Tes psikotes melamar pekerjaan serta tes psikotes dalam PNS

Saat tes psikologi, kita akan menemukan adanya matematika dalam tes-tes psikologi, antara lain :

· Tes Pemikiran Numerik

Tes ini dilakukan untuk menguji kecepatan, kekonsistenan, dan keakuratan menjawab soal dalam bentuk bilangan-bilangan yang ada dimatematika. Biasanya berbentuk barisan atau deret, baik memanjang secara vertikal maupun memanjang secara mendatar atau bias juga mengisi angka-angka dalam kolom atau kotak kotak kosong yang harus diisikan

· Tes Pemikiran Perseptual

Tes ini merupakan salah satu bentuk tes dan tes irama bergambar. Tes ini paling sering diujikan oleh perusahaan, maksudnya tidak lain adalah untuk menyaring calon karyawan yang baik. Didalam ini perusahaan ingin melihat bagaimana ketelitian, kecepatan, dan kepribadian yang dimiliki peserta tes terutama dalam berpikir dengan simbol-simbol,mengenai keprinadian yang ingin dilihat disini bukanlah kepribadian utama yang permanen melainkan hanya kepribadian sesaat atau pada saat itu.

· Tes Kemampuan Spasial

Dalam tes ini adalah tes gambar, baik berirama maupun tidak. tujuanya untuk menggali bagaimana mudahnya anda “melihat” dan memanipulasi potongan-potongan dan figure figure dalam ruang mengenai “jenis” soal tes ini dapat beragam jenis. Salah satunya adalah pemikiran cepat memindahkan potongan-potongan gambar 2 dimesi menjadi 1 bangun dimensi secepat yang anda mampu. Dalam contoh anda hanya memilih salah satu jawaban yang sesuai.

· Tes Berhitung cepat

Disini tes ini diberikan selembar kertas yang seperti kertas koran yang berisi penuh dengan angka-angka yang akan dijumlahkan debgan cepat, baik, dan benar.

Tes ini bertujuan untuk menguji kecepatan berhitung dan keseimbagan otak atau cara berpikir.

0

Pentingnya Pemahaman Matematika dalam Psikologi

Matematika dan Psikologi mempunyai latar belakang ilmu yang berbeda. Mungkin kita akan bertanya, apa kaitannya Psikologi dengan Matematika? Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Sedangkan Matematika yang kita kenal adalah ilmu yang mempelajari hitung-hitungan,angka-angka pembagian serta segala sesuatu yang berhubungan dengan angka.

Jika kita melihat sekilas tentag ke 2 bidang ilmu tersebut, pembahasannya berbeda dan tidak ada kaitanya sama sekali, tetapi jika kita berpikir dengan logika atau berpikir dengan cermat, ke 2 bidang ilmu tersebut saling berhubungan. Matematika selalu dibutuhkan dan digunakan untuk berbagai ilmu, termasuk psikologi kerena menerapkan ilmu Matematika dalam pengerjaannya, contohnya saja seperti statistika.

Penggunaan ilmu matematika dalam psikologi bisa kita lihat dari penelitian psikologi dengan menggunakan kuisioner dan ilmu statistika. Cotohnya dalam kasus tes IQ kita bisa lihat kalau tes tersebut menggunakan rumus matematika untuk mendapatkan hasilnya. Tes-tes dalam psikologi juga dapat dibuktikan dalam penalaran ilmu matematika. Penggunaan kuisioner adalah untuk mengumpulkan data, dan untuk mendapatkan hasil dalam penelitian menggunakan ilmu statiska dalam mengolah data.

Statistika ini merupakan ilmu yang mempelajari bagiamana cara merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, mempresentasikan data. Singkatnya, statistika merupakan ilmu yang banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik itu kehidupan sosialnya maupun ilmu yang harus diterapkan untuk mengetahui manusia tersebut, dari berbagai sudut pandang pada psikologi.

Dalam praktek-praktek atau tes-tes psikologi seperti psikotes, statistika juga digunakan untuk melihat hasil dalam bentuk anga. Statistika juga merupakan hitungan untuk mendapatkan kuantitatif dalam membuat skala psikologi setelah melakukan tes psikologi hasil yang didapat setelah tes, diakumulasikan dengan sebelum tes. Dalam bidang psikologi, statistika dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan atau dampak dari suatu perilaku tertentu. Dan melalui statistik seseorang dapat memprediksi apa yang akan terjadi, yakni dengan menganalisis hubungan peristiwa-peristiwa masa lalu dengan apa yang terjadi saat ini dalam masalah yang sama. Atau dapat digunakan dalam membuat grafik hasil test intelegensi, mengelompokkan hasil penelitian, dan sebagainya. Oleh karena itu, pentingnya ilmu matematika (statistika) karena psikologi juga membutuhkan bidang matematika yang bertujuan untuk mengukur kemampuan akurasi, kalkulasi, estimasi, dan ketelitian prilaku seseorang.

0

Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak

Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak.jpg

Deliquency atau gangguan tingkah laku merupakan gangguan utama lain dalam kelompok gangguan eksternalisasi. Definisi gangguan tingkah laku dalam DSM IV-TR memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Hampir semua perilaku semacam itu juga melanggar hokum. Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusak kepemilikan, berbohong, dan mencuri.

Gangguan tingkah laku merujuk berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringkali perilaku tersebut ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian, dan kurangnya penyesalan, membuat gangguan tingkah laku merupakan salah satu kriteria historis dalam gangguan kepribadian antisosial pada orang dewasa.

  • Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak

Gangguan Sikap Menentang (GSM) yang didiagnosis apabila seorang anak tidak memenuhi kriteria gangguan tingkah laku –yang paling utama, agresivitas fisik yang ekstrem- namun menunjukkan berbagai perilaku seperti kehilangan kendali emosinya, bertengkar dengan orang dewasa, berulangkali menolak mematuhi perintah orang dewasa, sengaja melakukan hal-hal yang mengganggu orang lain, mudah marah, kasar, mudah tersinggung dan mendendam. Dalam istilah sehari-hari, anak-anak ini secara sederhana disebut dengan ANAK NAKAL.

 

  1. Komorbid

Gangguan yang seringkali komorbid dengan GSM adalah ADHD, gangguan belajar dan gangguan komunikasi, namun GSM berbeda dengan ADHD dalam hal perilaku nakal yang dianggap tidak ditimbulkan oleh kurangnya konsentrasi dan impulsivitas yang besar → Anak-anak dengan GSM melakukan kegaduhan lebih dengan kesengajaan dibanding anak-anak dengan ADHD. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan Gangguan Tingkah Laku. Kecemasan dan depresi secara umum dipandang sebagai masalah internalisasi umum di kalangan anak-anak dengan gangguan tingkah laku

 

  1. Kriteria Gangguan Tingkah Laku dalam DSM IV-TR:
  • Pola perilaku yang berulang dan tetap melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah ini (dalam 1 tahun terakhir dan minimal satu diantaranya 6 bulan terakhir):
  1. Agresi terhadap orang lain dan hewan → mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual
  2. Menghancurkan kepemilikan (properti) → membakar, vandalisme
  3. Berbohong atau mencuri → masuk dengan paksa kerumah atau mobil milik orla, menipu, mengutil
  4. Pelanggaran aturan yang serius → tidak pulang kerumah hingga larut malam karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun

 

  • Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan
  • Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian antisosial

3. Prognosis

Meskipun sebagian besar orang dewasa yang antisosial juga sangat antisosial semasa anak-anak, namun anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku tindak lantas menjadi orang dewasa yang antisocial. Mofflitt membedakan dua perjalanan masalah tingkah laku yang berbeda yaitu:

Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku antisosial yang “tetap sepanjang hidup” dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3th dan berlanjut menjadi kesalahan perilaku saat dewasa

“Terbatas di usia remaja” dimana orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang normal, terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama remaja dan kembali dengan gaya hidup yang tidak bermasalah saat dewasa

4. Etiologi

  • Faktor-faktor biologis → tidak terlalu memainkan peranan sebesar faktor lingkungan meski beberapa penelitian menemukan bahwa karakteristik temperamen yang berinteraksi dengan berbagai masalah biologis seperti kelemahan neuropsikologis berpengaruh terhadap kemunculan gangguan tingkah laku. Kelemahan neuropsikologis meliputi keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi-fungsi kognitif (problem solving, memori).
  • Faktor-faktor psikologis → Perilaku agresif melalui modelling. Karakteristik pola asuh dengan disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak.
  • Pengaruh dari Teman-teman seusia;
  • Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia;
  • Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang.
  • Faktor-faktor Sosiologis → Kelas sosial dan kehidupan kota besar berhubungan dengan insiden kenakalan. Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai factor-faktor yang berkontribusi

5. Intervensi

  • Intervensi Keluarga → dengan memberikan PMP (Pelatihan Manajemen Pola Asuh), dimana orang tua diajari untuk merubah berbagai respon terhadap anak-anak mereka sehingga perilaku prososial dihargai secara konsisten.
  • Penanganan Multisistemik → PMS dari Henggeler menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi kriminalitas. PMS meliputi pemberian berbagai layanan terapi intensif dan komprehensif di dalam komunitas dengan menargetkan para remaja, keluarga, sekolah dan dalam beberapa kasus juga kelompok sebaya.
  • Pendekatan Kognitif → Mengajarkan keterampilan kognitif kepada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan mereka. Selain itu juga mengajarkan keterampilan penalaran moral kepada remaja yang mengalami gangguan perilaku di sekolah.

 

Daftar Pustaka :

Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Via       :

http://www.ilmupsikologi.com/2016/04/pengertian-dan-macam-jenis-gangguan.html?m=1

0

Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini

Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini.jpg

Dalam artikel ini kita akan mengenali berbagai macam gangguan anak. Beserta penyebab dan penanganan yang tepat. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami berbagai jenis gangguan pada anak serta mengenali penangannya dengan tepat.

Klasifikasi Gangguan Pada Masa Kanak Kanak

Menurut DSM IV TR menuliskan secara garis besar gangguan pada masa anak adalah gangguan yang spesifik terjadi pada masa anak. Menurut Davison (2006) gangguan yang terjadi pada masa kanak-kanak diklasifikasikan menjadi dua kelompok :

  1. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang diarahkan ke luar diri seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktivitas dan impulsivitas
  2. Gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang terfokus ke dalam diri. Misalnya, depresi, menarik diri, kecemasan, gangguan mood pada anak.

Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini_

A. Cacat Mental

Cacat mental adalah seseorang yang memiliki kelainan dan keterbatasan mental sehingga menghambat seseorang untuk menjalankan aktivitas sehari-hari Dalam ilmu Psikologi cacat mental atau keterbelakangan mental biasa disebut dengan istilah Retardasi Mental. Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya / ketidakberdayaan ketrampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.

  1. Disabilitas yang parah dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan
  2. Tidak terdapat karakteristik gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan anxietas atau gangguan mood
  • Kriteria Retardasi Mental atau Cacat Mental

Kriteria retardasi mental dalam DSM IV TR didefinisikan sebagai suatu gangguan dengan kriteria :

  • Fungsi intelektual yang sangat di bawah rata-rata (IQ < 70)
  • Kurangnya perilaku adaptif : Menjalankan aktivitas sehari-hari (menggunakan toilet dan berpakaian, berbelanja, makan, menggunakan transportasi umum, berinteraksi dengan orang lain)

 

  • Klasifikasi Retardasi Mental atau Cacat Mental
  • Retardasi mental ringan (IQ 50-70) : Masih mampu menjalankan kehidupan sehari-hari dengan bimbingan yang cukup. Masih bisa menjalankan tugas yang berkaitan dengan ketrampilan atau non akademik
  • Retardasi mental sedang (IQ 35-50) : Mampu menjalankan kehidupan sehari-hari namun terlambat dan perlu pengawasan sepanjang hidup.
  • Retardasi mental berat (IQ 20-35) : Memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Hanya dapat melakukan aktivitas yang terbatas
  • Retardasi mental sangat berat (< 25) : Membutuhkan supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka

 

  • Etiologi Retardasi Mental dan Cacat Mental

Tidak terdapat etiologi yang dapat diidentifikasi : kelompok sosioekonomi, etnis dan ras.

Etiologi biologis yang diketahui :

  • Anomali genetik dan kromosom
  • Penyakit gen resesif : Fenilketonuria. Defiansi enzim hati yang menyebabkan kerusakan otak
  • Penyakit infeksi : rubella
  • Kecelakaan
  • Bahaya lingkungan

 

  • Intervensi Retardasi Mental dan Cacat Mental
  • Penanganan residensial : Lembaga pendidikan dan pelatihan, asrama
  • Intervensi berbasis perilaku : Reward dan punishment, token ekonomi
  • Intervensi Kognitif : Latihan instruksional diri
  • Instruksi dengan bantuan komputer

 

B. Disabilitas Belajar

Merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat atau kurangnya kesempatan pendidikan

 

  • Klasifikasi Disabilitas Belajar

Menurut Davison (2006) gangguan perkembangan belajar dibagi menjadi 3 yaitu :

  1. Gangguan Membaca : Gangguan ini biasanya dikenal dengan disleksia. Mengalami kesulitan belajar untuk mengenali kata, memahami bacaan, menulis ejaan.
  2. Gangguan Menulis : Gangguan ini biasanya ditandai dengan ketidakmampuan untuk menyusun kata tertulis
  3. Gangguan Berhitung : Kesulitan bekerja dengan hal hal yang berkaitan dengan angka meliputi mengenal angka dan menghitung angka

 

  • Etiologi Disabilitas Belajar
  1. Abnormalitas otak yang kemungkinan bersifat keturunan
  2. Abnormalitas otak yang dikarenakan adanya mikroskopik pada lokasi, jumlah dan pengaturan neuron.

 

Daftar Pustaka :

Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (1993). Jakarta : Departemen Kesahatan RI

Instrumen Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Pada Balita dan Anak Prasekolah. (2006). Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Via          :

http://www.ilmupsikologi.com/2016/03/macam.macam.gangguan.mental.pada.anak.usia.dini.html?m=1

0

Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi

Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi.jpg

Studi psikopatologi merupakan suatu upaya mencari penyebab mengapa orang memiliki perilaku, pikiran dan perasaan yang tidak diharapkan, kadangkala aneh dan umumnya merusak diri sendiri

Mendefinisikan perilaku abnormal bukanlah pekerjaan yang mudah. Perilaku abnormal tidaklah cukup dipandang dari satu karakter tunggal. Berikut adalah beberapa karakteristik untuk mendefinisikan perilaku abnormal (Davidson, 2006):

  1. Kejarangan Statistik

Salah satu perilaku abnormal adalah perilaku tersebut jarang ditemukan. Kurva normal atau kurva berbentuk lonceng menempatkan mayoritas manusia di bagian tengah dalam kaitan dengan karakteristik tertentu; sangat sedikit yang berada di kedua bagian ekstrem. Seseorang dianggap normal merujuk bahwa orang tersebut tidak menyimpang jauh dari rata-rata pola trait atau perilaku tertentu.

Walaupun beberapa perilaku atau karakteristik yang jarang terjadi yang terdapat pada orang-orang tertentu kita anggap sebagai sesuatu yang abnormal, dalam beberapa kasus tidak terdapat hubungan sama sekali. Memiliki kemampuan atletik yang hebat merupakan sesuatu yang jarang terjadi, namun beberapa orang melihatnya sebagai bagian dari psikologi abnormal. Orang yang memiliki IQ tinggi (idiot savant) juga dikategorikan sebagai abnormalitas. Komponen statistic hanya memberikan sedikit panduan bagi kita dalam menentukan perilaku mana yang jarang terjadi yang harus dipelajari para psikopatolog.

2. Pelanggaran Norma  

Karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam menentukan abnormalitas adalah apakah perilaku tersebut melanggar norma sosial atau mengancam atau mencemaskan mereka yang mengamatinya. Namun ada keterbatasan juga dalam kriteria ini karena keragaman budaya dapat mempengaruhi bagaimana orang-orang memandang norma social dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain.

3. Distress Pribadi

Karakteristik lain dari beberapa bentuk abnormalitas adalah tekanan pribadi yaitu perilaku dinilai abnormal jika menciptakan tekanan dan siksaan besar pada orang yang mengalaminya. Distress pribadi jelas sesuai dengan banyak bentuk abnormalitas (misal orang-orang yang mengalami gangguan anxietas dan depresi benar-benar sangat menderita. Namun beberapa gangguan tidak selalu menyebabkan distress. Contohnya Psikopat memperlakukan orang lain dengan tanpa perasaan dan mungkin terus-menerus melanggar hukum tanpa sedikitpun merasa bersalah, menyesal, ataupun cemas. Dan tidak semua bentuk distress (misalnya kelaparan atau rasa sakit ketika melahirkan) menjadi bagian dari studi abnormalitas.

4. Disabilitas dan Disfungsi Perilaku

Disabilitas yaitu ketidak mampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (misalnya hubungan kerja atau pribadi) karena abnormalitas, juga dapat menjadi komponen perilaku abnormal. Contohnya gangguan penggunaan zat sebagian ditentukan oleh disabilitas social atau pekerjaan (misalnya kinerja yang rendah ditempat kerja, pertengkaran serius dengan pasangan dll yang disebabkan penyalahgunaan zat.

5. Yang tidak diharapkan (Unexpectedness)

Tidak semua distress atau disabilitas masuk dalam bidang psikologi abnormal. Distres dan disabilitas seringkali dianggap abnormal bila hal tersebut merupakan respons tidak diharapkan terhadap stressor lingkungan. Sebagai contoh, gangguan kecemasan didiagnosis bila kecemasan tidak diharapkan dan diluar proporsi dalam suatu situasi, sebagaimana bila seseorang selalu cemas akan situasi keuangannya

Sejarah Psikopatologi

  • Demonologi Awal

Doktrin bahwa wujud yang jahat, seperti setan, mungkin merasuki seseorang dan mengendalikan pikiran dan tubuhnya seringkali disebut dengan Demonologi. Pemikiran-pemikiran demonologis terdapat pada berbagai manuskrip Cina, Mesir Babilonia dan Yunani Kuno. Sejalan dengan kepercayaan bahwa perilaku abnormal disebabkan oleh kerasukan ruh jahat, penanganannya seringkali mencakup eksorsisme, yaitu pengusiran roh jahat dengan mantera atau siksaan ritualistic. Eksorsisme umumnya berbentuk serangkaian doa yang rinci, menciptakan suara bising, memaksa orang yang kerasukan untuk minum ramuan yang rasanya sangat tidak enak, dan kadangkala tindakan yang lebih ekstrim seperti pemukulan atau dibuat kelaparan agar tubuh tidak mengenakkan untuk ditempati ruh jahat.

  • Somatogenesis

Pada abad ke-5 SM, Hippocrates seringkali dianggap bapak ilmu kedokteran modern, yang memisahkan ilmu kedokteran dari agama, sihir dan takhayul. Dia menolak kepercayaan Yunani yang diyakini pada masa itu bahwa para dewa memberikan penyakit fisik berat dan gangguan mental sebagai hukuman.

Hippocrates berpendapat bahwa otak adalah organ kesadaran kehidupan intelektual dan emosi, sekaligus dia berpendapat bahwa pikiran dan perilaku yang menyimpang adalah indikasi terjadinya suatu patologi otak. Hippocrates seringkali dianggap sebagai salah satu pelopor somatogenesis – suatu istilah yang menunjuk bahwa masalah yang terjadi pada soma, atau tubuh fisik, akan mengganggu pikiran dan tindakan.

Hippocrates mengklasifikasikan gangguan mental kedalam tiga kategori antara lain: mania, melankolia à depresi dan prenitis atau demam otak à schizophrenia. Dia juga mewariskan catatan sangat rinci yang menggambarkan berbagai simtom yang dewasa ini dikenal terdapat dalam epilepsy, delusi alkoholik, stroke dan paranoia.

Hipocrates percaya bahwa fungsi otak yang normal, demikian juga kesehatan mental bergantung pada keseimbangan yang baik diantara empat humor atau cairan tubuh yaitu darah, cairan empedu hitam, cairan empedu kuning, dan lender. Ketidak seimbangan antara keempatnya akan menyebabkan gangguan. Jika seseorang lambat dan tumpul, sebagai contoh, kemungkinan tubuh mengandung cairan lendir yang lebih banyak. Cairan empedu hitam yang dominan adalah penyebab melankolia; terlalu banyak cairan empedu kuning menyebabkan mudah tersinggung dan kecemasan; dan terlalu banyak darah menyebabkan berubah-ubahnya temperamen.

  • Sistem Klasifikasi Awal

Emil Kraepelin (1856-1926) menulis sebuah buku teks psikiatri pada tahun 1883 yang dilengkapi dengan system klasifikasi dalam upaya menetapkan sebab-sebab biologis berbagai penyakit jiwa. Kraepelin membedakan berbagai gangguan mental berdasarkan kecenderungan sejumlah simtom (gejala) tertentu, yang disebut sindrom, yang muncul bersamaan secara teratur sehingga dapat dianggap memiliki sebab fisiologis yang mendasarinya, seperti halnya penyakit medis tertentu dan sindromnya mungkin disebabkan disfungsi biologis. Dia beranggapan bahwa setiap penyakit jiwa berbeda dari yang lainnya, memiliki awal/penyebab, simtom, perjalanan, dan hasil tersendiri. Walaupun berbagai pengobatan tidak memberikan hasil, setidaknya perjalanan penyakit dapat diprediksikan.

Kraepelin mengusulkan dua kelompok utama penyakit mental berat: demensia precox, istilah awal untuk schizophrenia dan psikosis manik-depresif. Dia menduga bahwa ketidakseimbangan kimiawi merupakan sebab skizofreniadan ketidakteraturan metabolism sebagai penyebab psikosis manik-depresif.

KLASIFIKASI MODERN

Klasifikasi Abnormalitas dan Psikopatologi abad modern ini diatur menggunakan beberapa panduan sebagai berikut:

  • DSM (Diagnosis and Statistical Manual) à American Psychiatric Association (APA) dan DSM IV-TR (Text Revision)
  • ICD (International Classification of Diseases) à WHO dan ICD-10
  • PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa) à Indonesia dan PPDGJ-3 (terjemahan dari ICD-10)

Beberapa inovasi besar membedakan edisi ketiga dan versi DSM selanjutnya. Salah satu perubahan tersebut adalah penggunaan klasifikasi multiaksial, dimana setiap individu diukur berdasarkan lima dimensi yang berbeda atau aksis.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

  • Aksis I : Semua kategori diagnostik kecuali gangguan kepribadian dan retardasi mental)
  • F00-F09 = Gangguan mental organic
  • F10-F19 = Gangguan mental akibat zat psikoaktif
  • F20-F29 = Skizophrenia, Gangguan skizotipal & Gangguan waham
  • F30-F39 = Gangguan suasana perasaan (Mood)
  • F40-F48 = Gangguan neurotik, Somatoform dan Gangguan terkait stress
  • F50-F59 = Sindroma perilaku yang berhubungan dengan fisiologis
  • F60-F69 = Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
  • F80-F89 = Ganguuan perkembangan psikologis
  • F90-F98 = Gangguan perilaku dengan onset masa kanak-kanak dan remaja
  • F99= Gangguan jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

 

  • Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
  • Gangguan kepribadian Paranoid
  • Skizoid
  • Skizotypal
  • Antisosial (psikopat)
  • Borderline
  • Histrionik
  • Narcissistic

 

  • Aksis III : Kondisi Medis umum (Gangguan Fisik)
  • Infeksi
  • Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolic
  • Penyakit susunan syaraf
  • Penyakit sistem pernapasan
  • Penyakit sistem pencernaan
  • dsb

 

  • Aksis IV : Masalah Psikososial & lingkungan
  • Problem perkawinan
  • Pengasuhan anak
  • Problem interpersonal (pacaran, pertengkaran dengan tetangga, teman)
  • Keuangan
  • Sakit fisik
  • Trauma tsunami
  • Terkait dengan hukum

 

  • Aksis V : Penilaian Fungsi Global (GAF: Assessment of Functioning (GAF) à level keberfungsian saat ini
  • 100-91= gejala tidak ada, fungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
  • 90-81= gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian
  • 80-71= gejala sementara& dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah
  • 70-61= beberapa gejala ringan& mentap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik

 

CLINICAL ASSESSMENT (PEMERIKSAAN KLINIS)

Proses pengumpulan informasi mengenai suatu gejala penyakit dari berbagai sumber, agar dapat digunakan untuk mendiagnosa, mencari kemungkinan penyebab, membuat prognosis dan menentukan terapi suatu penyakit.

Data yang dikumpulkan antara lain:

  1. Anamnesa : riwayat penyakit
  2. Auto anamnesa : informasi riwayat penyakit dari pasien sendiri
  3. Allo anamnesa : informasi riwayat penyakit dari keluarga, teman, tetangga dsb

Metode Pemeriksaan :

  1. Wawancara Klinis
  2. Observasi
  3. Tes Psikologis

Wawancara Klinis

  1. Rapport : menjalin hubungan yang saling percaya
  2. Intake interview: wawancara awal untuk mengungkap permasalahan (presenting problems)
  3. Wawancara terstruktur

Hal-hal yang diungkap:

  1. Perilaku abnormal
  2. Hal-hal yang mengganjal pikiran, perasaan
  3. Perasaan tidak enak
  4. Kondisi yang menimbulkan masalah
  5. Riwayat sebelumnya
  6. Bagaimana masalah itu mempengaruhi kondisi klien sekarang

Informasi yang diperlukan

  1. Identitas pribadi: sosiodemographic data
  2. Deskripsi dari presenting problems
  3. Psychosocial history
  4. Medical/psychiatric history
  5. Family relationship

Mental status examination

  1. Penampilan
  2. Perilaku
  3. Orientasi
  4. Memory
  5. Sensory
  6. Persepsi
  7. Afek
  8. Mood
  9. Proses pikiran
  10. Insight

Judgement

  1. Untuk menemukan lokasi tumor, luka atau abnormalitas otak
  2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
  3. Akurasi lebih besar dari CT scan
  4. Neuro Imaging

Daftar Pustaka

Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Via

http://www.ilmupsikologi.com/2016/03/definisi.dan.perbedaan.normal.dan.abnormal.dalam.psikologi.html?m=1

0

Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli

Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli.jpg

Artikel ini akan membahas mengenai karakteristik gangguan skizofrenia. Beserta penyebab dan penanganan yang tepat. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami karakteristik gangguan skizofrenia serta mengenali penangannya dengan tepat.

  • Skizofrenia

Menurut Davison.dkk (2006) skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku.

Menurut Maslim (2013) dalam buku Panduan Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.

  • Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli

A. Kriteria Gangguan Skizofrenia

Menurut Davison.dkk (2006) individu dengan gangguan skizofrenia memiliki karakteristik sebagai berikut :

  • Berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis
  • Persepsi dan perhatian yang keliru
  • Afek yang datar atau tidak sesuai
  • Aktivitas motorik yang bizarre
  • Menarik diri dari orang lain dan kenyataan

B. Simtom Klinis Skizofrenia

Menurut Davison.dkk (2006) simtom yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan dalam beberapa hal penting diantaranya :

  • Pikiran
  • Persepsi
  • Perhatian
  • Perilaku motorik
  • Afek atau emosi
  • Keberfungsian hidup

C. Simtom Umum Skizofrenia

Simtom pada gangguan skizofrenia diantaranya meliputi :

  • Simtom Positif
  • Simtom Negatif
  • Simtom Disorganisasi
  • Simtom Lain

a. Simtom Positif

Davison.dkk (2006) mengungkapkan bahwa simtom positif mencakup hal-hal yang berlebihan dan distorsi. Hal itu meliputi :

  1. Delusi (Waham) : Keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan. Waham antara lain:
  • Waham curiga,
  • Waham kebesaran
  • Waham berdosa
  • Waham cemburu.
  • Waham Bizarre. Misalnya :
  • Pasien yakin bahwa pikiran yang bukan berasal dari dirinya dimasukkan ke dalam pikiran oleh suatu sumber eksternal.
  • Pasien yakin bahwa pikiran mereka disiarkan dan ditransmisikan sehingga orang lain mengetahui apa yang mereka pikirkan.
  • Pasien berpikir bahwa pikiran mereka telah dicuri secara tiba-tiba dan tanpa terduga oleh sesuatu kekuatan eksternal.
  • Pasien yakin bahwa perasaan atau perilaku mereka dikendalikan oleh sesuatu kekuatan eksternal.

2. Halusinasi : Suatu pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi dari lingkungan. Halusinasi tersebut meliputi :

  • Halusinasi Visual
  • Halusinasi Auditorik
  • Halusinasi Olfaktori

3. Ilusi : Interpretasi yang salah terhadap suatu obyek yang dilihat. Seolah-olah seperti melihat seseorang jalan di atas gedung padahal tidak ada yang berjalan.

b. Simtom Negatif

  1. Avoilition : Kondisi kurangnya energi dan ketiadaan minat atau ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin
  2. Alogia : Ditunjukkan dari miskinnya isi percakapan
  3. Anhedonia : Ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan
  4. Afek Datar : Tidak ada stimulus yang dapat memunculkan respon emosional
  5. Asosialitas : Mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan sosial

c. Simtom Disorganisasi

Mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku aneh (bizarre). Disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dalam bicara. Disorganisasi pembicaraan meliputi :

  1. Inkoherensi : Tidak ada saling keterkaitan satu sama lain dalam suatu percakapannya.
  2. Asosiasi Longgar atau Derailment : Terlalu banyak ide atau pokok pikiran dalam suatu percakapan. Sulit fokus pada satu ide pokok pikiran.
  3. Perilaku aneh

d. Simtom Lain

  1. Katatonia : Para pasien dapat melakukan suatu gerakan berulang kali, menggunakan urutan yang aneh.
  2. Imobilitas Katatonia : Menunjukkan berbagai postur yang tidak biasa dan tetap dalam posisi demikian dalam waktu yang lama.
  3. Afek yang tidak sesuai : Respon emosional yang tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

 

 

  • Etiologi

Berikut ini akan dipaparkan beberapa penyebab gangguan skizofrenia dari berbagai sudut pandang.

A. Data Genetik

  • Studi Keluarga : Kerabat pasien skizofrenia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia. Risiko tersebut semakin tinggi bila hubungan kekerabatan semakin dekat
  • Studi Orang Kembar : Kembar identik cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia
  • Kembar identik memiliki gambaran struktur otak yang memiliki kemiripan.
  • Studi Adopsi : Menemukan bahwa keturunan atau faktor genetik untuk menurunkan gangguan skizofrenia

B. Faktor Biokimia

  • Aktivitas Dopamin
  • Perbedaan struktur otak individu yang normal dan skizofrenia. Aktivitas neurotransmitter dopamin yang berlebihan.

C. Faktor Sosial

  • Kelas Sosial dan Skizofrenia

Beberapa orang percaya bahwa stresor yang berhubungan dengan kelas sosial rendah dapat menyebabkan atau berkontribusi terjadinya skizofrenia yaitu hipotesis sosiogenik. Stressor itu diantaranya :

  • Perlakuan merendahkan yang diterima seseorang dari orang lain
  • Tingkat pendidikan yang rendah
  • Kurangnya penghargaan dari orang lain
  • Rendahnya motivasi dan kurangnya kemampuan dalam menghadapi permasalahan yang ada

 

  • Keluarga dan Skizofrenia. Penyebab itu diantaranya adalah :
  • Hubungan anak dan orangtua
  • Komunikasi yang terjalin antara anak dan orangtua

 

  • Penanganan

Penanganan Biologis

  1. Terapi Kejut. Terapi kejut itu diantaranya adalah :
  • Elektrikonvulsif (ECT)
  • Lobotomi Prefrontalis
  • Psychosurgery
  1. Terapi Obat. Biasanya menggunakan obat-obatan anti psikotik.
  2. Penanganan Psikologis.
  3. Terapi Psikodinamika.
  4. Pelatihan Ketrampilan Sosial
  5. Terapi keluarga dan Mengurangi Ekspresi Emosi
  6. Manajemen fungsi kognitif

 

Daftar Pustaka

Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa

Maslim, R. (2013). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III Jakarta : Departemen Kesahatan RI

Tim Dokter Rumah Sakit Jiwa Magelang (2005). Catatan Tentiran Kasus Psikiatri. Magelang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Via

http://www.ilmupsikologi.com/2016/04/pengertian-dan-penyebab-gangguan.html?m=1

0

Contoh Kasus Pernyataan Sebagai Saksi atau Saksi Ahli

Contoh            :

Psikolog tidak memberikan kesaksian sebenarnya berdasarkan pemeriksaan Psikologis.

Analisis kasus  :

Dalam kasus seorang psikolog sebagai saksi ahli akan dinyatakan bersalah dan melanggar pasal 59 berdasarkan kode etik Psikologi Indonesia HIMPSI pada bab X tentang pernyataan sebagai saksi atau saksi ahli, yaitu Psikologi dalam memberikan kesaksian sebagai saksi ataupun saksi ahli harus bertujuan untuk meneggakkan kebenaran dan keadilan dan dalam menyusun hasil penemuan psikologi forensik atau membuat pernyataan dari karakter psikologi seseorang berdasarkan standar pemeriksaan psikologi. Hal ini menyangkut ketetapan psikolog dimana ia harus memberikan kesaksian yang sebenarnya berdasarkan pemeriksaan Psikologis dimana seorang psikolog harus menegakkan kebenaran dan keadilan.

0

Contoh Kasus Penyimpangan Tentang Eksploitasi

Contoh :

Pelanggaran kode etik tersebut adalah fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan kita mengenal adanya bimbingan konseling atau yang sering disingkat sebagai BK. Tugas BK adalah memberikan layanan bagi para siswa baik itu siswa SD, SMP, ataupun SMA terkait dengan permasalahan yang dihadapi mereka dengan cara konseling. Keterampilan konseling merupakan salah satu keahlian yang dimiliki oleh seorang psikolog, akan tetapi dalam kenyataannya banyak guru BK yang menjadi psikolog dadakan apabila siswanya menghadapi permasalahan. Mereka memberikan sesi konseling dengan pengetahuan seadanya yang mereka miliki. Lebihdari itu, terkadang guru bimbingan konseling yang bukan berasal dari profesi psikologi bahkan berani memberikan tes psikologi pada siswa bimbingannya. Padahal seharusnya yang berwenang untuk memberikan tes psikologi pada klien hanya psikolog. Ini merupakan pelanggaranserius yang banyakterjadi di Indonesia.

Analisis Kasus :

Dalam tindakan tersebut dapat kita lihat dari sisi negative yaitu, sang guru Bk melakukan konseling tanpa adanya pengetahuan yang pencukupi. Hal ini tentu termasuk pelanggaran kode etik pada Bab II pasal 4 tentang penyalah gunaan di bidang psikologi, yang menjelaskan terhadap pelanggaran dan penilaian salah terhadap kerja mereka. Dan adanya pemberian bimbingan konseling yang bukan bersal dari profesi. Dan terkait pada Bab IV Hubungan Antar Manusia pasal 13 tentang sikap profesi, dimana yang harus memberikan layanan psikologi kepada semua pihak yang membuhtuhkan. Dan Bab VI Iklan dan Pernyataan Publik pasal 28 tentang pertanggung jawaban dimana sebagai psikolog harus bersikap bijaksana, jujur, teliti, dan hati-hati dan membangun diri untuk lebih mendasarkan pada kepentingan umum dari pada pribadi atau golongan. Serta dalam sisi positif, yaitu dimana guru yang selain Psikologi boleh member layanan kesehatan jika mendesak dan tidak terdapat psikolog lalu jika sudah terdapat psikolog maka layanan kesehatan tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten seperti yang tertera pada Bab III kompetensi pasal 12 tentang pemberian layanan psikologi dalam keadaan darurat.

Sumber: Kelompok 5 Kode Etik IPA06