Nama: Tsanas Nabillah S
NPM: 17515522
Kelas: 4PA12
Berkembangnya teknologi di masa sekarang menjadikan semua orang termasuk remaja dituntut harus Baca lebih lanjut
Nama: Tsanas Nabillah S
NPM: 17515522
Kelas: 4PA12
Berkembangnya teknologi di masa sekarang menjadikan semua orang termasuk remaja dituntut harus Baca lebih lanjut
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kreativitas dan Keterbakatan
Dosen : Mahargyantari Purwani Dewi
Disusun oleh :
Kelompok 2
Afina Darajat (10515236)
Ni Made Puspa A. (15515031)
Tsanas Nabillah S. (17515522)
( Kelas 3PA12)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DESEMBER 2017
Dalam kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Kreativitas manusia melahirkan pencipta besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia dengan karya-karya spektakulernya. Seperti Bill Gate, si raja Microsof, JK. Rowlling dengan novel Harry Poternya, Ary Ginanjar dengan ESQ (Emotional & Spiritual Question), penulis Pramudia Anatatur dengan karya-karyanya yang tak lekang oleh waktu, penyanyi Krisdayanti, Melly Goeslow, Seniman Titik Puspa, dll. Apa yang mereka ciptakan adalah karya orisinil yang luar biasa dan bermakna, sehingga orang terkesan dan memburu karyanya.
Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Gordon Dryden (dalam Priyatna 2012) mengatakan bahwa ,” Suatu ide adalah kombinasi baru dari unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru, yang ada hanyalah kombinasi-kombinasi baru.”
Dapatkah manusia menjadi kreatif? Tony Buzan (dalam Priyatna 2012) menulusi di bukunya yang berjudul Head First mengatakan bahwa, ”Kreativitas dahulu dianggap sebagai anugerah yang ajaib, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa kecerdasan merupakan anugerah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan kekuatan kecerdasan kreatif hanyalah masalah memahami bagaimana melakukannya.”
Meningkatkan kreativitas merupakan bagian integral dari kebanyakan program untuk anak berbakat. Jika ditinjau program atau sasaran belajar siswa, kreativitas biasanya disebut sebagai prioritas, kreativitas memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia. Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian kreativitas sebagai sifat yang diturunkan/diwariskan oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas, disamping bermakna baik untuk pengembangan diri maupun untuk pembangunan masyarakat juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia.
Apa yang dimaksud dengan kreativitas? Banyak buku yang membahas kreativitas, kelompok kami akan menyampaikan beberapa pendapat para ahli tentang kreativitas.
Kreativitas menurut KBBI (dalam Priyatna 2012) adalah kemampuan untuk mencipta atau daya cipta.
Menurut David Campbell (dalam Priyatna 2012), kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya :
Definisi Operasional Kretivitas menurut Utami Munandar (dalam Priyatna 2012) merupakan, kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan originalitas dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkayam memperinci) suatu gagasan”.
Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif.
Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreatifitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Clark Moustakis (dalam Kebugaran dan Jasmani 2015), ahli psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
Definisi Kreativitas dari Clark berdasarkan hasil berbagai penelitian tentang spesialisasi belahan otak, mengemukakan kreativitas merupakan ekspresi tertinggi keterbakatan dan sifatnya terintegrasikan, yaitu sintesa dari semua fungsi dasar manusia yaitu: berfikir, merasa, menginderakan dan intuisi (basic function of thingking, feelings, sensing and intuiting).
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir, mengembangkan serta menciptakan konsep-konsep maupun gagasan baru. Jadi operasional kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam mengembangkan konsep-konsep tersebut sehingga bisa di terapkan dalam melakukan suatu penelitian.
Daftar Pustaka
Priyatna, J. (2012). Definisi operasional kreativitas. Dalam http.//jusuf-priyatna.blogspot.co.id/2012/02/definisi-operasional-kreativitas.html/. Di akses pada tanggal 13 Oktober 2017.
Kebugaran dan Jasmani. (2015). Pengertian kreativitas definisi menurut Clark. Dalam http://kebugarandanjasmani.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-kreativitas-definisi-menurut.html/. Di akses pada tanggal 13 Oktober 2017.
Ketika seseorang memiliki ketakutan yang amat sangat pada kelebihan berat badan yang dapat mengganggu rasa percaya dirinya, maka orang tersebut akan mencari berbagai cara untuk menangani masalahnya tersebut. Apakah ada gangguan yang menangani masalah rasa takut akan berat badan yang berlebih tersebut? Gangguan tersebut dikatakan dengan gangguan makan. Gangguan makan dibagi menjadi dua, yaitu bulimia nervousa dan anoreksia nervousa. Kali ini kami akan bahas lebih lanjut mengenai bulimia nervousa, sebelum membahasnya kami akan memberikan contoh kasus mengenai Bulimia Nervousa.
Contoh Kasus
Kisah Lady Gaga Derita Bulimia
VIVAnews- Demi mempertahankan penampilan tubuh ideal, banyak selebritas memiliki masalah gangguan makan. Seperti yang dialami Demi Moore. Tapi ternyata, bukan hanya Moore yang mengalami masalah itu, penyanyi eksentrik Lady Gaga juga pernah menjadi penderita bulimia saat masih duduk di bangku SMA.
Secara terang-terangan, pelantun tembang ‘Alejandro’ ini mengungkapkan kisahnya saat menjadi penderita gangguan makan. Gaga mengaku, dulu ia selalu memuntahkan makanan yang masuk ke dalam perutnya demi mengharapkan perubahan tubuh menjadi langsing layaknya seorang ballerina. Gaga pun mengatakan, dulu ia tak suka dengan bentuk tubuhnya yang berisi.
Berbicara saat konfrensi ‘It’s Our Turn’ di Los Angeles 8 Februari lalu, Gaga berkata, “Dulu aku muntah sepanjang waktu di SMA. Jadi aku tidak percaya diri. Saya ingin menjadi balerina kecil yang kurus tapi saya adalah seorang gadis kecil Italia yang bahenol yang selalu disuguhi bakso di atas meja makan oleh ayahnya setiap malam”.
“Setiap aku aku pulang aku selalu berkata, ‘Ayah, mengapa kau selalu memberi kami makanan ini, saya harus menjadi kurus’. Ayah ku pun berkata, ‘Makan spaghetti mu’, kisah Gaga seperti dikutip laman Female First.
Bagi Gaga, bukan hal yang mudah mengungkapkan seluruh kisah hidupnya di masa lalu pada orang lain. Apalagi soal penderitanya mengalami bulimia. “Ini sangat sulit, tetapi aku harus berbicara dengan seseorang tentang hal itu.” Gaga mengakui masalah gangguan makan yang dialaminya sempat merusak suaranya, karena itulah, ia akhirnya berhenti membuat dirinya sakit. “Itu membuat suara saya buruk, jadi saya harus berhenti”.
Penyanyi eksentrik ini juga mengaku, hingga saat ini ia masih khawatir tentang berat badannya. Tetapi, ia akan berusaha mendesak para gadis muda untuk berhenti terobsesi menjadi kurus. “Saya memang masih harus berjuang mempertahankan berat tubuh ideal saya untuk sebuah video dan untuk setiap cover majalah. Tapi ingat, ini bukan untuk kehidupan nyata. Aku akan mengatakan ini pada gadis-gadis. Perangi diet hanya untuk memiliki tubuh seperti model, karena pada akhirnya, itu bisa mempengaruhi anak-anak usia muda. Dan itu membuat para gadis sakit, ” imbaunya.
Apakah bulimia nervousa itu?
Bulimia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “lapar seperti sapi jantan”. Gangguan ini mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori, seperti muntah, puasa, atau olahraga berlebihan, untuk mencegah bertambahnya berat badan. DSM mendefinisikan makan berlebihan sebagai makan makanan dalam jumlah yang sangat banyak dalam waktu kurang dari dua jam. Terdapat satu perbedaan mencolok antara Bulimia Nervosa dengan Anoreksia Nervosa, yaitu adalah penurunan berat badan. Pasien yang menderita Anoreksia nervosa mengalami penurunan berat badan yang secara drastis, sedangkan pasien Bulimia nervosa tidak.
Pada Bulimia, makan berlebihan biasanya dilakukan secara diam-diam, dapat dipicu oleh stress dan berbagai emosi negatif yang ditimbulkannya, dan terus berlangsung hingga orang yang bersangkutan merasa sangat kekenyangan (Grilo, Shiffman, & Carter-Campbell, 1994). Para penderita bulimia nervosa menuturkan bahwa mereka hilang kendali ketika makan berlebihan, bahkan hingga ke titik mengalami sesuatu yang mirip dengan keadaan dissosiatif, mungkin kehilangan kesadaran terhadap apa yang mereka lakukan dan merasa bahwa bukan diri mereka yang makan berlebihan. Mereka biasanya malu dengan kondisi tersebut dan mencoba menutupinya.
Bulimia nervosa biasanya terjadi pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Sekitar 90 persen kasus terjadi pada perempuan, dan prevalensi pada perempuan diperkirakan sekitar 1 hingga 2 persen dari populasi. Banyak pasien Bulimia nervosa kelebihan berat badan sebelum gangguan tersebut, dan makan berlebihan sering kali dimulai saat menjalani diet. Bulimia nervosa dikaitkan dengan sejumlah diagnosis lain, terutama depresi, gangguan kepribadian terutama gangguan kepribadian borderline, gangguan anxietas, penyalahgunaan zat, dan gangguan tingkah laku. Dalam studi terhadap orang kembar ditemukan bahwa bulimia dan depresi berhubungan secara genetic (Walters dkk., 1992).
Setelah selesai makan berlebihan, rasa jijik, rasa tidak nyaman, dan takut bila berat badan bertambah memicu tahap kedua Bulimia nervosa, pengurasan untuk menghilangkan efek asupan kalori karena telah makan berlebihan. Paling sering penderita memasukkan jari-jari mereka ke tenggorokan agar tersedak dan muntah. Penyalahgunaan obat-obat pencahar dan diuretic serta berpuasa dan olahraga berlebihan juga dilakukan untuk mencegah penambahan berat badan.
Terdapat dua tipe bulimia nervosa, yaitu :
Karakteristik Diagnostic (DSM-IV-TR)
Orang dengan Bulimia Nervosa akan mengalami :
Karakteristik Diagnostic (DSM-V-TR)
Diagnosis Banding
Sindroma Kluver-Bucy
Ciri patologis yang dimanifestasikan oleh sindroma Kluver-Bucy adalah agnosia visual, menjilat dan menggigit yang kompulsif, memeriksa objek dengan mulut, ketidakmampuan mengenali tiap stimulus, plasiditas, perubahan perilaku seksual (hiperseksualitas), dan perubahan kebiasaan makan, khususnya hiperfagia. Sindroma Kleine-Levin
Sindroma Kleine-Levin terdiri dari hipersomnia periodik yang berlangsung dua sampai tiga minggu atau hiperfagia.
Komplikasi :
Etiologi yang menjadi pemicu terjadinya bulimia nervosa
Genetik, bulimia nervosa dapat terjadi dalam satu keluarga. Studi terhadap saudara kembar terkait gangguan makan juga menunjukkan pengaruh genetik. Sebagian besar studi mengenai Bulimia dan Anoreksia menunjukkan tingkat kesesuaian yang lebih tinggi pada saudara kembar. Faktor-faktor genetik yang umum dapat berperan dalam hubungan antara karakteristik kepribadian tertentu, seperti emosionalitas negatif dan gangguan makan.
Gangguan makan sering kali berkembang dari adanya konflik dalam keluarga. beberapa terori berfokus pada efek brutal dari self awareness terhadap orang tua. Mereka mengatakan bahwa beberapa remaja menggunakan penolakan untuk makan sebagai cara menghukum orang tua mereka karena perasaan kesepian dan ke terasingan yang mereka rasakan di rumah.
Sikap keluarga terhadap berat badan dan diet berperan penting, sikap ibu yang membatasi perilaku makan anak akan membuat anak merasa tidak kompeten untuk mengatur perilaku makannya sehingga gangguan makan lebih banyak terjadi pada keluarga dimana orangtua selalu mengkritik berat badan, bentuk tubuh dan kebiasaan makan anaknya.
Tanpa memperhatikan faktor yang memicu munculnya gangguan makan, dukungan sosial bisa menjadi salah satu faktor yang mempertahankan keberadaan gangguan makan. anak-anak dengan gangguan makan dapat secara cepat menjadi pusat perhatian pada keluarga mereka, dan menerima perhatian dari orang tua yang mungkin sebelumnya kurang.
Berbagai standar budaya mengenai bentuk tubuh ideal feminine yang berubah sepanjang waktu. Para perempuan yang memang benar-benar kelebihan berat badan atau hanya takut menjadi gemuk mungkin juga merasa tidak puas dengan tubuh mereka. Ketidak puasan akan bentuk tubuh tampaknya semakin meningkat dan merupakan predictor kuat perkembangan gangguan makan di kalangan remaja perempuan.
Selain itu, preokupasi, untuk menjadi kurus atau merasa ditekan untuk menjadi kurus memprediksi meningkatnya ketidak puasan dengan bentuk tubuh di kalangan remaja perempuan, yang pada akhirnya memprediksi diet yang lebih sering dan timbulnya berbagai emosi negatif. Tubuh kurus yang ideal berdasarkan standar sosiokultural kemungkinan merupakan sarana yang membuat orang-orang mempelajari rasa takut menjadi gemuk atau bahkan merasa gemuk. Selain menciptakan bentuk tubuh yang tidak diinginkan, menjadi gemuk memiliki berbagai konotasi negatif, seperti tidak suksesan dan kurang memiliki control diri.
Perempuan mungkin merasa malu dengan tubuh mereka bila melihat ke tidak cocokan antara standar ideal individu sedikit berbeda dari standar ideal diri mereka dan penilaian budaya (yang diobjektivikasi) tentang perempuan. Hal ini menunjukkan peng-objektivikasian diri sendiri dan rasa malu tentang bentuk tubuh terkait dengan gangguan makan.
Salah satu alasan utama mengapa gangguan makan lebih umum terjadi pada perempuan dibanding laki-laki adalah bahwa pada kaum perempuan standar budaya masyarakat Barat menguatkan keinginan untuk menjadi kurus dibanding laki-laki. Selain itu, nilai-nilai sosiokultural mendorong objektivikasi tubuh perempuan, sedangkan kaum laki-laki lebih dihargai berdasarkan berbagai keberhasilan mereka. Resiko gangguan makan pada kelompok perempuan yang sangat peduli terhadap berat badan, misalnya, para model, penari, dan pesenam, sangat tinggi (Garner dkk., 1980).
Gangguan Makan dan Otak. Opioid endogenus adalah zat yang diproduksi tubuh yang mengurangi sensasi sakit, meningkatkan mood, dan menekan selera makan, setidak-tidaknya pada mereka yang memiliki berat badan rendah. Opioid diproduksi dalam kondisi kelaparan dan dianggap berperan dalam anoreksia dan bulimia, namun dengan cara yang berbeda. Hardy dan Waller (1988) mengajukan hipotesis bahwa bulimia dimediasi oleh kadar opioid endogenus yang rendah, yang diperkirakan menimbulkan rasa lapar; suatu kondisi eforia kemudian dihasilkan oleh pencernaan makanan, sekaligus menguatkan kondisi makan berlebihan.
Beberapa data memperkuat teori bahwa opioid endogenus berperan dalam gangguan makan, paling tidak bulimia. Contohnya, Waller dkk. (1986) dan Brewerton dkk. (1992) menemukan kadar beta-endorfin opioid endogenus yang rendah pada pasien bulimia. Dalam studi yang dilakukan Waller juga diamati bahwa semakin parah kasus-kasus bulimia memiliki kadar beta-endorfin yang lebih rendah. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa berbagai temuan tersebut menunjukkan bahwa rendahnya kadar opioid terjadi bersamaan dengan bulimia, tidak terlihat bahwa kadar rendah tersebut terjadi sebelum timbulnya gangguan tersebut. Perubahan asupan makanan dapat memengaruhi sistem opioid dan bukan sebaliknya. Dengan demikian, tidak jelas apakah sistem opioid terlibat dalam etiologi bulimia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa penelitian memfokuskan pada beberapa neurotransmitter yang berhubungan dengan makan dan rasa kenyang. Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa serotonin menyebabkan rasa kenyang. Dengan demikian, bisa saja bahwa makan berlebihan pada penderita bulimia dihasilkan dari kurangnya serotonin yang menyebabkan mereka tidak bisa mereka tidak bisa merasa kenyang pada saat makan. Dari berbagai studi lain ditemukan bukti-bukti meningkatnya metabolit serotonin di dalam plasma atau cairan serebrospinal (CSF- cerebrospinal fluid) pada pasien anoreksia (Kaye dkk., 1991) sehingga peran serotonin dalam anoreksia tidak sepenuhnya jelas. Terkait bulimia, bukti-bukti yang ada tampaknya lebih konsisten, dimana sebagian besar temuan menunjukkan turunnya kadar metabolit serotonin (a.l., Carrasco dkk., 2000; Jimerson dkk., 1992; Kaye dkk., 1998). Penederita bulimia juga menunjukkan respon yang lebih kecil terhadap agonis serotonin (Jimerson dkk., 1997; Levitan dkk., 1997). Bila pada pasien yang telah sembuh dari bulimia nervosa kadar serotoninya menurun, mereka menunjukkan peningkatan kognisi terkait gangguan makan, seperti merasa gemuk (Smith, Fairburn, & Cowan, 1999).
Data lain mendukung pemikiran bahwa kurangnya serotonin dapat terkait dengan anoreksia dan bulimia. Obat-obat antidepresan yang sering kali merupakan penanganan afektif bagi anoreksia dan bulimia diketahui meningkatkan kadar serotonin sehingga memperbesar kemungkinan pentingnya serotonin. Serotonin dapat terkait dengan depresi komorbid yang sering kali terdapat pada anoreksia dan bulimia dan dengan perilaku impulsif pasien yang menderita bulimia nervosa.
Pandangan teori-teori psikologi mengenai Bulimia Nerovosa
Terdapat banyak teori psikodinamika mengenai gangguan makan, namun sebagian besar berpendapat bahwa penyebab utamanya terdapat dalam hubungan orang tua-anak yang terganggu dan sepekat bahwa beberapa karakteristik kepribadian penting, seperti harga diri yang rendah dan perfeksionisme, ditemukan pada individu yang memiliki gangguan makan. Berbagai teori psikodinamika juga menyatakan bahwa simtom-simtom gangguan makan menjadi suatu pemenuhan bagi keberhasilan mempertahankan diet ketat atau tidak tumbuh secara seksual dengan menjadi sangat kurus sehingga tidak mencapai tubuh seorang perempuan pada umumnya (Goodsitt, 1997).
Teori psikodinamika lain, menyatakan bahwa Bulimia nervosa pada perempuan berakar dari kegagalan untuk mengembangkan kesadaran diri yang kuat karena hubungan ibu-anak yang dipenuhi konflik. Makanan menjadi symbol kegagalan hubungan tersebut. Makan berlebihan dan pengurasan yang dilakukan si anak mencerminkan konflik antara kebutuhan akan ibu dan keinginan untuk menolak ibu.
Para penderita Bulimia nervosa dianggap memiliki kekhawatiran berlebihan dengan penambahan berat badan dan penampilan tubuh. Pasien Bulimia nervosa memang menilai diri mereka terutama berdasarkan berat badan dan bentuk tubuh mereka. Mereka juga memiliki kepercayaan diri yang rendah, dan karena berat badan serta bentuk tubuh cukup lebih mudah dikendalikan dibanding aspek diri yang lain, mereka cenderung memfokuskan pada berat badan dan bentuk tubuh, dan berharap bahwa usaha mereka dalam bidang ini akan membuat mereka secara umum merasa lebih baik.
Mereka mencoba mengikuti pola makan terbatas yang sangat kaku, dengan aturan ketat mengenai jumlah asupan makanan, jenis makanan yang dimakan dan kapan harus makan. Aturan ketat tersebut pada akhirnya dilanggar, dan pelanggaran tersebut meningkat menjadi makan berlebihan. Setelah makan berlebihan, timbul perasaan jijik dan rasa takut menjadi gemuk, sehingga memicu tindakan kompensatori seperti muntah. Meskipun pengurasan untuk sementara mengurangi kecemasan karena telah makan berlebihan, yang memicu makan berlebihan dan pengurasan yang semakin sering, suatu siklus yang mempertahankan berat badan yang dikehendaki, namun mengandung berbagai konsekuensi medis. Ditemukan beberapa kondisi lain yang semakin meningkatkan banyaknya asupan makanan pada orang-orang yang melakukan pembatasan makanan setelah asupan awal, yang perlu dicatat adalah beragam mood negatif, seperti kecemasan dan depresi.
Meningkatnya konsumsi makanan pada orang-orang yang membatasi asupan makanannya terutama terjadi ketika citra diri mereka terancam dan jika mereka memiliki harga diri rendah. Apabila orang-orang yang membatasi asupan makanannya mendapatkan umpan balik yang salah bahwa mereka memiliki berat badan tinggi, mereka merespons dengan peningkatan emosi negatif dan peningkatan konsumsi makanan.
Penderita Bulimia nervosa umumnya makan berlebihan bila menghadapi stres dan mengalami afek negatif. Sehingga makan berlebihan berfungsi sebagai alat mengendalikan afek negatif. Pasien Bulimia mengatakan meningkatnya kadar kecemasan mereka ketika mereka makan, namun tidak dapat melakukan pengurasan dan penuturan diri tersebut telah divalidasi melalui pengukuran fisiologis, seperti konduktans kulit. Secara sama, kadar kecemasan menurun setelah pengurasan, sekali lagi memperkuat pemikiran bahwa pengurasan diperkuat oleh berkurangnya kecemasan.
Pencegahan yang dapat dilakukan
Ditujukan pada populasi yang berisiko tinggi seperti murid SMP perempuan untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang asimtomatik. Sejumlah program pendidikan dapat dicoba berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan dapat mengubah sikap dan perilaku, program tersebut ditekankan pada pemahaman tentang citra diri.
Bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer. Dengan intervensi dini morbiditas dapat diturunkan.
Penanganan-penanganan untuk Bulimia Nervosa
Karena Bulimia nervosa sering kali komorbid dengan depresi, ganguan ini ditangani dengan berbagai antidepresan. Minat difokuskan pada fluoksetin. Perempuan dengan Bulimia ditangani sebagai pasien rawat jalan selama delapan minggu. Fluoksetin ternyata lebih memberikan hasil dibandingkan placebo untuk mengurangi makan berlebihan dan muntah, juga mengurangi depresi dan sikap yang menyimpang terhadap makanan dan makan. Dalam sebagian besar studi termasuk studi double-blind dengan kelompok control placebo, mengkonfirmasi kemampuan berbagai macam antidepresan untuk mengurangi pengurasan dan makan berlebihan, bahkan di kalangan pasien yang tidak mengalami perbaikan dalam penanganan psikologis yang diberikan sebelumnya.
Dari segi negatifnya, jauh lebih banyak pasien yang tidak tuntas menjalani penanganan dengan obat-obatan dalam berbagai studi tentang bulimia dibanding yang tidak tuntas menjalani jenis penanganan kognitif-perilaku. Dalam studi multisentral tentang fluoksetin, hampir sepertiga pasien berhenti sebelum akhir masa penanganan yang berlangsung selama delapan minggu, teruatama disebabkan efek samping obat-obatan yang diberikan. Bandingkan dengan angka kurang dari lima persen pasien yang berhenti dari lima persen pasien yang berhenti dari terapi kognitif-behavioral. Terlebih lagi, sebagian besar pasien kambuh ketika pemberian berbagai jenis obat antidepresan dihentikan, seperti yang terjadi dengan sebagian besar obat-obatan psikoaktif. Terdapat beberapa kecenderungan untuk kambuh tersebut berkurang bila antidepresan diberikan dalam konteks terapi kognitif-behavioral.
Psikoterapi Kognitif-Behavioral Therapy (CBT) harus dianggap sebagai, patokan lini pertama pengobatan untuk bulimia nervosa. Data pendukung efektivitas CBT didasarkan pada kepatuhan yang ketat dan harus betul-betul dilaksanakan dengan sangat rinci, petunjuk-dipandu perawatan yang mencakup sekitar 18 sampai 20 sesi selama 5 sampai 6 bulan. CBTmenerapkan sejumlah prosedur kognitif dan perilaku untuk (1) mengganggu siklus mempertahankan diri perilaku makan berlebihan dan diet dan (2) mengubah kognisidisi fungsional individu, yaitu keyakinan tentang makanan, berat badan, citra tubuh, dan keseluruhan konsep diri.
Dynamic Psikoterapi (Pengobatan psikodinamik) pasien dengan bulimia nervosa telah mengungkapkan kecenderungan untuk mengkonkretkan mekanisme pertahanan introjective dan proyektif.Dengan cara yang analog dengan membelah, pasien membagi makanan ke dalam dua kategori: item yang bergizi dan mereka yang tidak sehat. Makanan yang ditunjuk bergizi dapat dicerna dan dipertahankan karena secara tidak sadar melambangkan introjects baik. Tapi junk food secara tidak sadar berhubungan dengan introjects buruk dan oleh karena itu, dikeluarkan melalui muntah, dengan sadar bahwa semua fantasi merusak, kebencian, dan kejahatan sedang dievakuasi. Pasien sementara dapat merasa nyaman setelah muntah karena evakuasi fantasi, tapi perasaan yang terkait menjadi baik adalah singkat karena didasarkan pada kombinasi tidak stabil.
Terapi keluarga juga dapat dilakukan yaitu dengan memperbaiki pola-pola interaksi untuk memutus pola enmeshment dan rigidity, dan membuat anak perempuannya mengubah kebiasaan makannya.
DAFTAR PUSTAKA
Davidson, Gerrald C, dkk. (2006). Psikologi Abnormal, Edisi 9. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nevid, Jeffrey S, dkk. (1997). Abnormal Psychology in a Changing world, fifth edition. New Jersey: Rentice Hall.
Halgin, Ricahard P, dkk. (2010). Abnormal Psychology Clinical Perspectives on Psychology disorders, New York: Mc. Graw Hill.
http://www.viva.co.id/showbiz/287076-kisah-lady-gaga-derita-bulimia
Belajar musik adalah salah satu kegiatan ekstra yang dapat melatih otak anak, dan ini adalah salah satu cara yang dapat membantu meningkatkan IQ Anak. Benarkah demikian? Apa buktinya jika musik dapat mencerdaskan otak Anak?
Banyak Studi yang telah menunjukkan bahwa belajar musik dapat membuat anak-anak menjadi semakin cerdas. Ketika seorang anak belajar memainkan alat musik, maka ia tidak hanya belajar bagaimana memainkan lagu, tapi dia juga meningkatkan kemampuan lain dari otak nya.
Berikut beberapa bukti yang telah ditunjukkan oleh berbagai penelitian yang pernah dilakukan :
Mengapa hal ini bisa terjadi ?
“Ada begitu banyak aspek yang berbeda dalam belajar bermain musik- seperti menghafal, mengekspresikan emosi, belajar tentang interval musik dan akord. Ini adalah sifat multidimensi yang memiliki efek dapat meningkatkan IQ (Inteligence Quotient) , ” kata penulis E . Glenn Schellenberg , dari University of Toronto di Mississauga
Profesi-profesi ini bergerak dalam bidang yang sama, mengkaji karakteristik jiwa. Jiwa adalah kajian yang abstrak, sehingga banyak pendekatan yang berbeda untuk menjelaskannya. Gangguan terhadap jiwa, dalam penanganannya tergantung pada pendekatan yang digunakan. Seorang psikolog, menggunakan pendekatan psikologi, seorang psikiater menggunakan pendekatan kedokteran, psianalis menggunakan pendekatan psikoanalisis, dan dukun menggunakan pendekatan perdukunan.
Secara keilmuan yang ilmiah (selain pendekatan perdukunan), pada umumnya orang kerap dibingungkan antara psikolog klinis dengan tiga istilah lain yaitu: psikoterapis, psikoanalisis dan psikiater. Mungkin perdukunan disini (khususnya di Indonesia), juga masih memegang pengaruh terutama di daerah-daerah terpencil.
Istilah-istilah diatas memiliki arti yang berbeda:
– Psikoterapis adalah orang yang melakukan psikoterapi. Istilah ini tidak secara resmi diatur. Pada kenyataannya di Amerika Serikat, siapa saja dapat menyatakan dirinya seorang “terapis” tanpa pernah memperoleh pelatihan samasekali.
– Psikoanalis adalah orang adalah orang yang mempraktekkan suatu bentuk terapi, yaitu psikoanalis. Untuk menjadi seorang psikoalis, seseorang harus mendapatkan pendidikan spesialisasi di institute psikoanalisis dan juga harus menjalani psikoanalisis. Hingga saat ini, perizinan untuk menjadi anggota institute psikoanalis (Amerika Serikat) menuntut gelar M.D atau Ph.D., namun lambat laun tuntutan ini terabaikan. Pekerjasosial klinis dengan gelar master, dan bahkan orang awam yang berminat sekalipun, dapat memperoleh izin.
– Psikiater, adalah dokter medis yang telah tiga tahun bekerja dan telah memperoleh pelatihan psikiatri untuk memperoleh cara mendiagnosis dan menangani gangguanmental di bawah pengawasan dokter yang lebih berpengalaman. Seperti psikolog, sejumlah psiakiater melakukan penelitian mengenai masalah-masalah mental disamping menangani para pasien. Dalam praktek pribadi, para psikiater mungkin menangani semua jenis gangguan emosional. Di rumah sakit mereka menangani gangguan-gangguan yang lebih parah, seperti depresi mayor dan skizofrenia. Meskipun psikiater dan psikolog klinis kerap melakukan pekerjaan yang serupa, karena pelatihan para psikiater dibidang medis, mereka lebih sering berfokus pada factor biologis pada berbagai gangguan mental, dan kerap menangani masalah melalui pengobatan medis. Mereka diizinkan untuk member resep obat sementara hingga kini kebanyakan psikolog klinis belum dapat member resep (hanya dua negara bagian di Amerika Serikat yaitu New Mexico dan Lousiana yang member hak pada psikolog yang telah memperoleh pelatihan khusus untuk memberi resep). Meskipun demikian, para psikiater kerap kurang memperoleh pendidikan dan kurang mengikuti perkembangan teori, metode penelitian, serta temuan terakhir di bidang psikologi.
– Dukun, jelas ini adalah profesi yang tidak berdasar pada penelitian ilmiah. Praktek perdukunan masih banyak digunakan diberbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara miskin termasuk Indonesia (daerah-daerah terpencil). Pendekatan yang digunakan tidak jelas, bahkan terkadang tidak logis. Dalam penelitian psikologi, dukun bisa menyembuhkan pasien yang sakit, karena menggunakan efek-efek flasebo. Terkadang mereka juga menggunakan ramuan-ramuan dan mantra-mantra, dan hanya dukun saja yang mengetahui apa isi ramuan itu dan apa arti dari mantra yang dibacanya. Mantra dan ramuan mereka sangat sacral diketahui oleh orang lain.
Inilah profesi-profesi yang mempelajari tentang jiwa. Jika anda ingin mengetahui dan mempelajari lebih dalam dan berkeinginan menjadi praktisi kejiwaan, silahkan pilih, apakah anda ingin menjadi seorang psikolog, psikiater atau seorang dukun. Jelas landasan keilmuan mereka sangat berbeda.
Deliquency atau gangguan tingkah laku merupakan gangguan utama lain dalam kelompok gangguan eksternalisasi. Definisi gangguan tingkah laku dalam DSM IV-TR memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Hampir semua perilaku semacam itu juga melanggar hokum. Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusak kepemilikan, berbohong, dan mencuri.
Gangguan tingkah laku merujuk berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringkali perilaku tersebut ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian, dan kurangnya penyesalan, membuat gangguan tingkah laku merupakan salah satu kriteria historis dalam gangguan kepribadian antisosial pada orang dewasa.
Gangguan Sikap Menentang (GSM) yang didiagnosis apabila seorang anak tidak memenuhi kriteria gangguan tingkah laku –yang paling utama, agresivitas fisik yang ekstrem- namun menunjukkan berbagai perilaku seperti kehilangan kendali emosinya, bertengkar dengan orang dewasa, berulangkali menolak mematuhi perintah orang dewasa, sengaja melakukan hal-hal yang mengganggu orang lain, mudah marah, kasar, mudah tersinggung dan mendendam. Dalam istilah sehari-hari, anak-anak ini secara sederhana disebut dengan ANAK NAKAL.
Gangguan yang seringkali komorbid dengan GSM adalah ADHD, gangguan belajar dan gangguan komunikasi, namun GSM berbeda dengan ADHD dalam hal perilaku nakal yang dianggap tidak ditimbulkan oleh kurangnya konsentrasi dan impulsivitas yang besar → Anak-anak dengan GSM melakukan kegaduhan lebih dengan kesengajaan dibanding anak-anak dengan ADHD. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan Gangguan Tingkah Laku. Kecemasan dan depresi secara umum dipandang sebagai masalah internalisasi umum di kalangan anak-anak dengan gangguan tingkah laku
3. Prognosis
Meskipun sebagian besar orang dewasa yang antisosial juga sangat antisosial semasa anak-anak, namun anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku tindak lantas menjadi orang dewasa yang antisocial. Mofflitt membedakan dua perjalanan masalah tingkah laku yang berbeda yaitu:
Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku antisosial yang “tetap sepanjang hidup” dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3th dan berlanjut menjadi kesalahan perilaku saat dewasa
“Terbatas di usia remaja” dimana orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang normal, terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama remaja dan kembali dengan gaya hidup yang tidak bermasalah saat dewasa
4. Etiologi
5. Intervensi
Daftar Pustaka :
Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Via :
http://www.ilmupsikologi.com/2016/04/pengertian-dan-macam-jenis-gangguan.html?m=1
Dalam artikel ini kita akan mengenali berbagai macam gangguan anak. Beserta penyebab dan penanganan yang tepat. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami berbagai jenis gangguan pada anak serta mengenali penangannya dengan tepat.
Klasifikasi Gangguan Pada Masa Kanak Kanak
Menurut DSM IV TR menuliskan secara garis besar gangguan pada masa anak adalah gangguan yang spesifik terjadi pada masa anak. Menurut Davison (2006) gangguan yang terjadi pada masa kanak-kanak diklasifikasikan menjadi dua kelompok :
Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini_
A. Cacat Mental
Cacat mental adalah seseorang yang memiliki kelainan dan keterbatasan mental sehingga menghambat seseorang untuk menjalankan aktivitas sehari-hari Dalam ilmu Psikologi cacat mental atau keterbelakangan mental biasa disebut dengan istilah Retardasi Mental. Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya / ketidakberdayaan ketrampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Kriteria retardasi mental dalam DSM IV TR didefinisikan sebagai suatu gangguan dengan kriteria :
Tidak terdapat etiologi yang dapat diidentifikasi : kelompok sosioekonomi, etnis dan ras.
Etiologi biologis yang diketahui :
B. Disabilitas Belajar
Merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat atau kurangnya kesempatan pendidikan
Menurut Davison (2006) gangguan perkembangan belajar dibagi menjadi 3 yaitu :
Daftar Pustaka :
Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (1993). Jakarta : Departemen Kesahatan RI
Instrumen Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Pada Balita dan Anak Prasekolah. (2006). Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Via :
http://www.ilmupsikologi.com/2016/03/macam.macam.gangguan.mental.pada.anak.usia.dini.html?m=1
Studi psikopatologi merupakan suatu upaya mencari penyebab mengapa orang memiliki perilaku, pikiran dan perasaan yang tidak diharapkan, kadangkala aneh dan umumnya merusak diri sendiri
Mendefinisikan perilaku abnormal bukanlah pekerjaan yang mudah. Perilaku abnormal tidaklah cukup dipandang dari satu karakter tunggal. Berikut adalah beberapa karakteristik untuk mendefinisikan perilaku abnormal (Davidson, 2006):
Salah satu perilaku abnormal adalah perilaku tersebut jarang ditemukan. Kurva normal atau kurva berbentuk lonceng menempatkan mayoritas manusia di bagian tengah dalam kaitan dengan karakteristik tertentu; sangat sedikit yang berada di kedua bagian ekstrem. Seseorang dianggap normal merujuk bahwa orang tersebut tidak menyimpang jauh dari rata-rata pola trait atau perilaku tertentu.
Walaupun beberapa perilaku atau karakteristik yang jarang terjadi yang terdapat pada orang-orang tertentu kita anggap sebagai sesuatu yang abnormal, dalam beberapa kasus tidak terdapat hubungan sama sekali. Memiliki kemampuan atletik yang hebat merupakan sesuatu yang jarang terjadi, namun beberapa orang melihatnya sebagai bagian dari psikologi abnormal. Orang yang memiliki IQ tinggi (idiot savant) juga dikategorikan sebagai abnormalitas. Komponen statistic hanya memberikan sedikit panduan bagi kita dalam menentukan perilaku mana yang jarang terjadi yang harus dipelajari para psikopatolog.
2. Pelanggaran Norma
Karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam menentukan abnormalitas adalah apakah perilaku tersebut melanggar norma sosial atau mengancam atau mencemaskan mereka yang mengamatinya. Namun ada keterbatasan juga dalam kriteria ini karena keragaman budaya dapat mempengaruhi bagaimana orang-orang memandang norma social dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain.
3. Distress Pribadi
Karakteristik lain dari beberapa bentuk abnormalitas adalah tekanan pribadi yaitu perilaku dinilai abnormal jika menciptakan tekanan dan siksaan besar pada orang yang mengalaminya. Distress pribadi jelas sesuai dengan banyak bentuk abnormalitas (misal orang-orang yang mengalami gangguan anxietas dan depresi benar-benar sangat menderita. Namun beberapa gangguan tidak selalu menyebabkan distress. Contohnya Psikopat memperlakukan orang lain dengan tanpa perasaan dan mungkin terus-menerus melanggar hukum tanpa sedikitpun merasa bersalah, menyesal, ataupun cemas. Dan tidak semua bentuk distress (misalnya kelaparan atau rasa sakit ketika melahirkan) menjadi bagian dari studi abnormalitas.
4. Disabilitas dan Disfungsi Perilaku
Disabilitas yaitu ketidak mampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (misalnya hubungan kerja atau pribadi) karena abnormalitas, juga dapat menjadi komponen perilaku abnormal. Contohnya gangguan penggunaan zat sebagian ditentukan oleh disabilitas social atau pekerjaan (misalnya kinerja yang rendah ditempat kerja, pertengkaran serius dengan pasangan dll yang disebabkan penyalahgunaan zat.
5. Yang tidak diharapkan (Unexpectedness)
Tidak semua distress atau disabilitas masuk dalam bidang psikologi abnormal. Distres dan disabilitas seringkali dianggap abnormal bila hal tersebut merupakan respons tidak diharapkan terhadap stressor lingkungan. Sebagai contoh, gangguan kecemasan didiagnosis bila kecemasan tidak diharapkan dan diluar proporsi dalam suatu situasi, sebagaimana bila seseorang selalu cemas akan situasi keuangannya
Sejarah Psikopatologi
Doktrin bahwa wujud yang jahat, seperti setan, mungkin merasuki seseorang dan mengendalikan pikiran dan tubuhnya seringkali disebut dengan Demonologi. Pemikiran-pemikiran demonologis terdapat pada berbagai manuskrip Cina, Mesir Babilonia dan Yunani Kuno. Sejalan dengan kepercayaan bahwa perilaku abnormal disebabkan oleh kerasukan ruh jahat, penanganannya seringkali mencakup eksorsisme, yaitu pengusiran roh jahat dengan mantera atau siksaan ritualistic. Eksorsisme umumnya berbentuk serangkaian doa yang rinci, menciptakan suara bising, memaksa orang yang kerasukan untuk minum ramuan yang rasanya sangat tidak enak, dan kadangkala tindakan yang lebih ekstrim seperti pemukulan atau dibuat kelaparan agar tubuh tidak mengenakkan untuk ditempati ruh jahat.
Pada abad ke-5 SM, Hippocrates seringkali dianggap bapak ilmu kedokteran modern, yang memisahkan ilmu kedokteran dari agama, sihir dan takhayul. Dia menolak kepercayaan Yunani yang diyakini pada masa itu bahwa para dewa memberikan penyakit fisik berat dan gangguan mental sebagai hukuman.
Hippocrates berpendapat bahwa otak adalah organ kesadaran kehidupan intelektual dan emosi, sekaligus dia berpendapat bahwa pikiran dan perilaku yang menyimpang adalah indikasi terjadinya suatu patologi otak. Hippocrates seringkali dianggap sebagai salah satu pelopor somatogenesis – suatu istilah yang menunjuk bahwa masalah yang terjadi pada soma, atau tubuh fisik, akan mengganggu pikiran dan tindakan.
Hippocrates mengklasifikasikan gangguan mental kedalam tiga kategori antara lain: mania, melankolia à depresi dan prenitis atau demam otak à schizophrenia. Dia juga mewariskan catatan sangat rinci yang menggambarkan berbagai simtom yang dewasa ini dikenal terdapat dalam epilepsy, delusi alkoholik, stroke dan paranoia.
Hipocrates percaya bahwa fungsi otak yang normal, demikian juga kesehatan mental bergantung pada keseimbangan yang baik diantara empat humor atau cairan tubuh yaitu darah, cairan empedu hitam, cairan empedu kuning, dan lender. Ketidak seimbangan antara keempatnya akan menyebabkan gangguan. Jika seseorang lambat dan tumpul, sebagai contoh, kemungkinan tubuh mengandung cairan lendir yang lebih banyak. Cairan empedu hitam yang dominan adalah penyebab melankolia; terlalu banyak cairan empedu kuning menyebabkan mudah tersinggung dan kecemasan; dan terlalu banyak darah menyebabkan berubah-ubahnya temperamen.
Emil Kraepelin (1856-1926) menulis sebuah buku teks psikiatri pada tahun 1883 yang dilengkapi dengan system klasifikasi dalam upaya menetapkan sebab-sebab biologis berbagai penyakit jiwa. Kraepelin membedakan berbagai gangguan mental berdasarkan kecenderungan sejumlah simtom (gejala) tertentu, yang disebut sindrom, yang muncul bersamaan secara teratur sehingga dapat dianggap memiliki sebab fisiologis yang mendasarinya, seperti halnya penyakit medis tertentu dan sindromnya mungkin disebabkan disfungsi biologis. Dia beranggapan bahwa setiap penyakit jiwa berbeda dari yang lainnya, memiliki awal/penyebab, simtom, perjalanan, dan hasil tersendiri. Walaupun berbagai pengobatan tidak memberikan hasil, setidaknya perjalanan penyakit dapat diprediksikan.
Kraepelin mengusulkan dua kelompok utama penyakit mental berat: demensia precox, istilah awal untuk schizophrenia dan psikosis manik-depresif. Dia menduga bahwa ketidakseimbangan kimiawi merupakan sebab skizofreniadan ketidakteraturan metabolism sebagai penyebab psikosis manik-depresif.
KLASIFIKASI MODERN
Klasifikasi Abnormalitas dan Psikopatologi abad modern ini diatur menggunakan beberapa panduan sebagai berikut:
Beberapa inovasi besar membedakan edisi ketiga dan versi DSM selanjutnya. Salah satu perubahan tersebut adalah penggunaan klasifikasi multiaksial, dimana setiap individu diukur berdasarkan lima dimensi yang berbeda atau aksis.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
CLINICAL ASSESSMENT (PEMERIKSAAN KLINIS)
Proses pengumpulan informasi mengenai suatu gejala penyakit dari berbagai sumber, agar dapat digunakan untuk mendiagnosa, mencari kemungkinan penyebab, membuat prognosis dan menentukan terapi suatu penyakit.
Data yang dikumpulkan antara lain:
Metode Pemeriksaan :
Wawancara Klinis
Hal-hal yang diungkap:
Informasi yang diperlukan
Mental status examination
Judgement
Daftar Pustaka
Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Via
Artikel ini akan membahas mengenai karakteristik gangguan skizofrenia. Beserta penyebab dan penanganan yang tepat. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami karakteristik gangguan skizofrenia serta mengenali penangannya dengan tepat.
Menurut Davison.dkk (2006) skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku.
Menurut Maslim (2013) dalam buku Panduan Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.
A. Kriteria Gangguan Skizofrenia
Menurut Davison.dkk (2006) individu dengan gangguan skizofrenia memiliki karakteristik sebagai berikut :
B. Simtom Klinis Skizofrenia
Menurut Davison.dkk (2006) simtom yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan dalam beberapa hal penting diantaranya :
C. Simtom Umum Skizofrenia
Simtom pada gangguan skizofrenia diantaranya meliputi :
a. Simtom Positif
Davison.dkk (2006) mengungkapkan bahwa simtom positif mencakup hal-hal yang berlebihan dan distorsi. Hal itu meliputi :
2. Halusinasi : Suatu pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi dari lingkungan. Halusinasi tersebut meliputi :
3. Ilusi : Interpretasi yang salah terhadap suatu obyek yang dilihat. Seolah-olah seperti melihat seseorang jalan di atas gedung padahal tidak ada yang berjalan.
b. Simtom Negatif
c. Simtom Disorganisasi
Mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku aneh (bizarre). Disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dalam bicara. Disorganisasi pembicaraan meliputi :
d. Simtom Lain
Berikut ini akan dipaparkan beberapa penyebab gangguan skizofrenia dari berbagai sudut pandang.
A. Data Genetik
B. Faktor Biokimia
C. Faktor Sosial
Beberapa orang percaya bahwa stresor yang berhubungan dengan kelas sosial rendah dapat menyebabkan atau berkontribusi terjadinya skizofrenia yaitu hipotesis sosiogenik. Stressor itu diantaranya :
Penanganan Biologis
Daftar Pustaka
Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa
Maslim, R. (2013). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III Jakarta : Departemen Kesahatan RI
Tim Dokter Rumah Sakit Jiwa Magelang (2005). Catatan Tentiran Kasus Psikiatri. Magelang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Via
http://www.ilmupsikologi.com/2016/04/pengertian-dan-penyebab-gangguan.html?m=1
Contoh :
Psikolog tidak memberikan kesaksian sebenarnya berdasarkan pemeriksaan Psikologis.
Analisis kasus :
Dalam kasus seorang psikolog sebagai saksi ahli akan dinyatakan bersalah dan melanggar pasal 59 berdasarkan kode etik Psikologi Indonesia HIMPSI pada bab X tentang pernyataan sebagai saksi atau saksi ahli, yaitu Psikologi dalam memberikan kesaksian sebagai saksi ataupun saksi ahli harus bertujuan untuk meneggakkan kebenaran dan keadilan dan dalam menyusun hasil penemuan psikologi forensik atau membuat pernyataan dari karakter psikologi seseorang berdasarkan standar pemeriksaan psikologi. Hal ini menyangkut ketetapan psikolog dimana ia harus memberikan kesaksian yang sebenarnya berdasarkan pemeriksaan Psikologis dimana seorang psikolog harus menegakkan kebenaran dan keadilan.